Friday, October 30, 2015

Sholat istisqo menjelang musim hujan??

Beberapa hari ini di banyak tempat banyak dilakukan sholat istisqo untuk memohon kepada Yang Maha Segalanya untuk menurunkan hujan di tanah air. Bisa dimaklumi karena setelah sekian lama kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, dan kabut asap melanda wilayah Indonesia dan setelah sekian banyak usaha tidak menghasilkan seperti yang diharapkan, tiada kata lain lagi selain berserah diri kepada Tuhan dan memohon keridhloanNYA agar diturunkan hujan. Tiada yang salah dengan upaya tersebut, namun sedikit yang menggelitik hati saya adalah "mengapa baru dilakukan sekarang ??". Mengapa tidak dilakukan ketika saat-saat kejadian ekstrim?? Bisa dimaklumi karena kita kurang yakin akan keberhasilannya. Mengapa?? Karena alam sulit sekali atau bahkan tidak mungkin menurunkan hujan saat itu atau peluang turunnya hujan amat sangat kecil. Awan-awan potensial tidak banyak terjadi ditambah faktor-faktor lain seperti kelembapan relatif yang rendah dan sedikitnya inti kondensasi yang higroskopis tidak mendukung terjadinya hujan. Saat ini ketika streamline menunjukkan dominasi pola angin timuran dan bergerak menjadi angin timur laut menyebabkan peluang curah hujan meningkat. Apalagi saat ini matahari sudah bergerak cukup jauh ke selatan yang menguatkan monsoon meskipun diperlemah oleh kejadian El Nino yang makin menguat. Di lepas pantai barat Sumatera di sekitar ekuator banyak terdapat perawanan karena diuntungkan oleh cukup hangatnya perairan di wilayah tersebut dan pola angin tenggara yang menyusur lepas pantai barat Sumatera yang banyak membawa uap air. Dengan demikian jika sekarang-sekarang ini dilakukan banyak sholat istisqo, tingkat keberhasilan menurunkan hujan akan jauh lebih besar ...hehehe. Tak lupa sayapun berdoa semoga upaya-upaya yang selama ini dilakukan untuk mengatasi kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kabut asap dan lain-lain membawa hasil yang optimal. Amin.

Friday, October 23, 2015

Menyerah melawan bencana kabut asap??

Tentu tidak!! Segala upaya harus disinergikan untuk mengatasi kabut asap yang melanda banyak tempat di Indonesia dimana kali ini sejak beberapa hari yang lalu kebakaran dan lahan (karhutla) juga melanda pulau-pulau lain selain Sumatera dan Kalimantan. Sepertinya melihat ketidaktegasan dan ketidaknegarawanan pemerintah dalam memerangi pihak-pihak yang melakukan pembakaran hutan dan semak-semak serta lahan untuk persiapan pertanian dan perkebunan maka semakin banyak tempat-tempat lain yang juga dibakar. Boleh dikata perbuatan tersebut memancing di air keruh. Masyarakat terdampak juga sudah apatis dan pasrah terhadap bencana lingkungan yang disengaja ini meskipun sebagian aktivis lingkungan pantang menyerah menghadapi suasana ini. Tidak ada kata lain selain siap tempur melawan api dan asap. Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) sudah beberapa minggu yang lalu secara bergiliran diterjunkan ke wilayah terdampak untuk mengatasi kabut asap ini. Pembuatan saluran-saluran air yang dibendung untuk menyediakan air jika tempat di sekitarnya terbakar sudah dilakukan meskipun belum merupakan cara jitu dalam mengatasi asap. Hujan buatan juga belum membuahkan hasil optimal karena sedikitnya awan-awan berpotensi hujan. Water bombing terkendala karena sedikitnya armada yang diterjunkan meskipun sudah mendapat bantuan negara-negara sahabat. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa mereka menyadari bahwa kebakaran hutan dan timbulnya kabut asap ini jauh lebih dahsyat dibanding di negaranya. Bahkan dari beberapa sumber saya peroleh informasi ada armada pesawat yang sudah ditarik kembali ke negaranya.
Yang lebih menyedihkan lagi ada peraturan daerah di propinsi Kalimantan Tengah yang mengijinkan pelaku individu atau perusahaan untuk melakukan pembakaran hutan dan lahan dimana untuk ukuran satu hektar cukup hanya minta ijin ketua rukun tetangga (RT), struktur paling rendah di tingkat desa. Benar-benar menyedihkan dan gila! Hanya orang gila yang bisa membuat aturan semacam itu! Oleh sebab itu sudah seharusnya orang-orang semacam ini diseret ke pengadilan dan hukuman yang setimpal adalah dengan diasapi terus menerus sampai mati.
Kalau kondisinya sudah seperti sekarang ini dimana kabut asap tidak lagi berwarna putih tapi sudah berwarna kuning, lalu apa lagi yang bisa dilakukan? Dengan jumlah penduduk Indonesia yang ratusan juta jiwa dan kebanyakan bisa berpikir, moga-moga banyak solusi yang bisa ditawarkan. Bila semua sumber daya manusia tersebut diberdayakan demikian juga dengan institusi pemerintahnya maka diharapkan muncul solusi-solusi segar dan menjanjikan. Pejabat-pejabat juga harus makin menggunakan rasio dan empatinya dalam mengatasi kabut asap ini. Ini permasalahan bersama, bukan hanya persoalan pemerintah dan partai politik. Saya yakin rakyat tidak peduli dan tidak membeda-bedakan apakah warna baju kalian merah, kuning, hijau, biru dll namun yang pasti mereka mengharapkan bantuan kalian untuk lepas dari masalah tahunan yang makin kompleks ini. Masyarakat juga harus dididik agar menjadi lebih cerdas, bukan masalah dukung mendukung, suka dan tidak suka namun kabut asap ini adalah masalah bersama yang harus dipecahkan. Maka saya menyarankan, kalau tidak mampu menjadi problem solver lebih baik tidak menjadi trouble maker!!

Wednesday, October 14, 2015

Semoga segera musim hujan di Jawa Tengah

Bencana alam kekeringan yang melanda Jawa Tengah saat ini membuat saya ikut ngenes (sedih), apalagi setelah membaca berita bahwa sekian puluh waduk dengan kapasitas total 1,9 milyar meter kubik kini kurang dari separuh kapasitasnya yang tersisa. Bukan tidak mungkin bila curah hujan tidak segera turun, maka banyak waduk yang akan kering kerontang, tidak hanya waduk yang kecil saja tetapi mungkin akan dialami pula waduk-waduk besar. Bisa dibayangkan apa akibatnya jika waduk mengering padahal fungsinya untuk mengairi persawahan dan mungkin pembangkit listrik. Sejak beberapa waktu yang lalu sudah banyak warga masyarakat khususnya para petani yang teriak-teriak untuk minta bantuan mengatasi kekeringan di wilayahnya dan sebagian sudah dipenuhi keinginannya oleh pemerintah pusat dan daerah dengan memberikan bantuan pompa hidran dan sejenisnya, meskipun belum menuntaskan masalah.
Musim hujan dan kemarau
Musim adalah peristiwa dimana sesuatu hal sering terjadi. Musim hujan adalah waktu dimana hujan sering terjadi, sedangkan musim kemarau adalah waktu dimana tidak ada hujan sering terjadi. Setiap tahunnya, BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) merilis dua kali informasi tentang prakiraan musim di awal tahun (sekitar Maret/April) dan di pertengahan-menjelang akhir tahun (sekitar Agustus/September). Sebelum merilis prakiraan tersebut, BMKG biasanya mengundang para pakar yang terkait dengan prakiraan tersebut untuk dimintai pendapatnya terkait hasil ramalam musim yang akan diluncurkan ke publik. Harus kita akui bahwa mereka telah bekerja keras untuk menghasilkan ramalan musim meski kadangkala agak meleset. Oleh sebab itu maka sudah seharusnya kita membantu tugas BMKG agar ramalan musim mereka jauh lebih akurat.
Terlepas dari hal di atas, ramalan musim seharusnya bisa sampai kepada petani pada tingkat level bawah. Yang terjadi selama ini, rasanya belum banyak para pelaku petani yang memanfaatkan ramalan musim tersebut dalam aktivitas pertaniannya. Mereka masih sering berpatokan pada pranoto mongso yang keakuratannya saat ini dipertanyakan. Ini tidak lain karena cuaca, musim dan iklim sudah mengalami pergeseran dan perubahan dimana pada tingkat global sudah menjadi bahan pembicaraan sehari-hari para pemimpin dunia dan setiap tahunnya (sekitar November – Desember) dilakukan pembicaraan bersama mengatasi masalah laju variabilitas dan perubahan iklim tersebut beserta dampaknya.Mungkin sudah seharusnya bagi mereka untuk lebih melek cuaca, musim dan iklim dalam aktivitas bertaninya. Untuk melaksanakan hal tersebut maka petugas penyuluh pertanian di tingkat kecamatan dioptimalkan fungsi dan perannya dalam memberikan informasi tentang cuaca, musim dan iklim agar para petani tidak salah dalam memprakirakan/meramal musim untuk memilih waktu tanam dan jenis tanaman yang diusahakannya. Ditangan merekalah sebagian keberhasilan usaha tani terletak. Program-program pertanian di era-era pemerintahan sebelumnya yang baik-baik dan terbukti sukses cobalah diterapkan kembali. 
Kalau dilihat dari citra inframerah satelit Himawari 8 siang ini, terlihat bahwa perawanan hanya sebagian kecil yang menutupi wilayah Indonesia. Hanya sebagian Sumatera, sebagian kecil Papua yang tertutupi oleh awan yang berpotensi hujan. Pulau Jawa praktis relatif bersih dari awan yang berpotensi hujan. Mungkin di atas Jawa Tengah, ada awan-awan rendah namun secara umum sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi hujan. Mengamati pola streamline dalam beberapa hari terakhir dan melihat pola streamline yang dilansir oleh BMKG hari ini untuk prakiraan tanggal 8 Oktober 2015 besok menunjukkan bahwa  angin di wilayah Jawa Tengah lebih banyak berasal dari arah timur dan tenggara. Ini berarti bahwa   musim kemarau masih akan berlangsung beberapa waktu ke depan. Masih kecil peluang terjadinya musim hujan dalam beberapa waktu ke depan. Belum jelas kapan waktu pastinya. Sebenarnya bila mengingat posisi matahari yang saat ini sudah bergeser ke arah selatan ekuator/katulistiwa maka kemungkinan akan makin mendekat musim hujannya. Apalagi bila mengingat bahwa faktor paling dominan dalam mempengaruhi musim di Jawa Tengah adalah monsoon/monsun/muson. El Nino yang saat ini terjadi di lautan Pasifik tropis pada taraf sedang (moderat) dan Dipole Mode di Samudra Hindia yang menunjukkan tren positif akan memperlemah kekuatan monsoon. Akibatnya secara teoritis monsoon Asia yang biasanya sudah mulai tampak pada bulan-bulan ini menjadi tertunda  waktunya. Monsoon Asia ini biasanya menyebabkan musim hujan di wilayah kita. Ia ditunjukkan oleh angin barat laut untuk wilayah Jawa Tengah. Makin bergesernya wilayah ITCZ (intertropical convergence zone) ke arah selatan ekuator akan makin memberikan peluang makin mendekatnya awal musim hujan. Peluang hujan juga diperbesar dari efek orografi atau pegunungan yang tersebar banyak di Jawa Tengah, apalagi yang menjulang tinggi. Semoga saja hal ini menjadi nyata dan menepis anggapan dan ramalan bahwa masih lama awal musim hujan terjadi. Bukan angin surga, namun seringkali metode dan model ramalan yang begitu canggihnya sekalipun bisa dimentahkan oleh mekanisme alam (sesuai kehendak Illahi) yang mempunyai pola tersendiri yang kadangkala juga anomali (tidak biasanya). Oleh sebab itu tiada salahnya kalau kita berdoa atau sembahyang bersama memohon kepada Yang Maha Segalanya untuk segera menurunkan hujan di bumi Jawa Tengah. In  sya Allah.
Bandung, 7 Oktober 2015

Benarkah kabut asap akan hilang dalam dua pekan??


Membaca berita Republika tanggal 9 Oktober 2015  tentang target Presiden agar kabut asap hilang dalam dua pekan ke depan, menimbulkan sejumlah pertanyaan dalam diri saya. Alasannya menurut Bapak Presiden adalah karena luas lahan yang terbakar lebih besar dan panas El Nino yang kering. Meskipun istilah panas El Nino yang kering kurang tepat tapi saya tidak bermaksud mempermasalahkannya. In sya Allah saya akan tulis hal tersebut lain waktu. Kembali ke pernyataan di atas, apakah beliau benar-benar sudah dibekali atau setidaknya diberi masukan tentang musim di Sumatera Selatan? Apakah yang diucapkannya sudah benar-benar dipikirkan, atau hanya sekedar tebak-tebakan? Atau seperti yang sudah-sudah seperti pernah beliau katakanan dan seringkali menjadi cibiran orang dalam media sosial yang katanya “ndak mikir”  alias asal ngomong atau asal bertindak tanpa mikir? Saya berpikir positif bahwa ucapan beliau benar-benar telah melalui pemikiran yang matang.
Tujuan tulisan ini adalah setidaknya memberi pandangan bahwa hampir mustahil dengan upaya manusia, misal dengan water bombing, yang akan coba dilakukan pemerintah dengan bantuan Negara-negara lain tanpa memperhitungkan musim hujan. Kejadian kabut asap (kabas) yang terjadi di Indonesia sangat berbeda dengan kejadian asap yang terjadi di Negara lain karena wilayah mereka tidak bergambut. Di Negara kita, kabas banyak diakibatkan oleh masih membaranya gambut di bawah permukaan. Jadi meskipun di atas permukaan titik api sudah tidak terlihat, namun di bawah permukaan masih tersisa titik-titik api yang membutuhkan waktu lama untuk padam bila di atas permukaan tidak benar-benar basah. Pengusahaan areal pertanian, perkebunan, dan hutan yang tidak tepat sering mengakibatkan kejadian yang berulang setiap musim kemarau panjang tersebut. Banyak para pengusaha perkebunan dan pertanian di sana yang membangun saluran air untuk mengeringkan lahan sehingga air dari sekitarnya masuk ke saluran air tersebut. Masalahnya ketika air tersebut terus menerus dialirkan tanpa ditampung/dibendung maka air tidak tersedia ketika  saat dibutuhkan seperti misalnya pada saat kebakaran. Mengingat lahan gambut mempunyai karakteristik tersendiri maka asap masih tetap mengepul meskipun di atas permukaan sudah padam.
Jumlah dua belas ton memang cukup banyak namun bila dibandingkan dengan hasil hujan buatan yang bisa mencapai milyaran liter, tentu bukan angka yang besar. Dengan beberapa (misal 10 pesawat water bombing) dengan kapasitas 12-15 ton, dibutuhkan lebih dari sepuluh ribu kali penerbangan untuk memperoleh jumlah air yang sama dengan hasil yang dicapai dengan hujan buatan. Namun bukan tidak ada salahnya cara ini juga dilakukan mengingat awal musim hujan juga nampaknya belum bisa dengan pasti  kita tentukan meskipun klimatologinya kita sudah tahu. Optimis dengan mengatakan bahwa dalam 2 pekan ke depan permasalahan kabas bisa kita atasi merupakan pernyataan yang berlebihan dan hanya tebak-tebakan belaka. Coba kita lihat bagaimana pola streamline dan satelit di bawah ini. Streamline atau mudahnya garis arah angin bertiup dengan kecepatan tertentu untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan menunjukkan bahwa pola angin tenggara yang kurang membawa uap air bertiup di atas wilayah ini. Saya menduga dalam dua minggu ke depan pola angin ini masih dominan semacam ini. Menguatnya suhu permukaan laut di Pasifik tropis yang diduga sampai bulan Pebruari 2016 mendatang ditambah sedikit lebih rendahnya suhu permukaan laut di Samudra Hindia khususnya di barat Sumatera dibanding wilayah ekuatorial sebelah timur Afrika kurang memberi dampak positif bagi perkembangan awan hujan di Sumatera bagian selatan dan Kalimantan. Namun demikian kita masih bersyukur bahwa pengaruh monsoon/monsun/muson masih jauh lebih perkasa dibanding dengan El Nino, Dipole mode atau yang lain. Pola curah hujan monsunal yang dialami oleh sebagian wilayah Indonesia bagian selatan ekuator memang akan diperlemah oleh keberadaan El Nino, namun bukan tidak mungkin untuk tahun ini akan berbeda dengan dampak El Nino seperti sebelum sebelumnya. Ini mengingat karakteristik El Nino yang tidak sama untuk setiap kejadiannya atau bersifat unik.
BMKG telah melakukan prakiraan atau ramalan musim dimana untuk bulan Oktober ini wilayah Sumatera Selatan masih kecil peluang terjadinya hujan. Hujan yang mungkin terjadi adalah hujan rendah yang kurang dari 100 mm. Dilihat sebarannya maka makin ke arah pantai barat curah hujan bulan Oktober diramal meningkat. Kebanyakan wilayah Sumatera Selatan memang masih akan kurang sekali curah hujannya. Sedangkan makin ke utara dari Sumatera selatan kemungkinan sudah mulai banyak mengalami hujan cukup besar. Meskipun kondisi di Sumatera Selatan belum menggembirakan namun bila wilayah konvergensi makin bergerak ke selatan seiring dengan posisi matahari yang mulai beranjak ke selatan ekuator, maka bukan tidak mungkin ramalan musim akan terjungkirbalikkan. Semoga saja bukan hanya hujan saja yang datang namun musim hujan segera berkunjung ke tanah air tercinta. Bila ini benar maka boleh saja menganggap bahwa kabas segera hilang dari pandangan, namun yang harus diingat bahwa ini bukan hanya atas usaha seseorang atau instansi atau bantuan Negara lain namun  terutama karena memang alam.(dan penciptanya!) memang sudah menunjukkan kuasanya.
Bandung, 10 Oktober 2015

Sunday, October 11, 2015

Jawa Barat, sudahkah memasuki musim hujan??

Keadaan yang selalu didambakan ketika kekeringan melanda wilayah kita adalah kapan musim hujan datang? Sesuatu yang sangat wajar mengingat air merupakan salah satu sumber kehidupan di bumi. Tanpa air, sulit makhluk hidup akan tumbuh dalam jangka waktu lama. Ketika sesuatu menjadi demikian sulitnya diperoleh maka sesuatu tersebut akan menjadi hal yang sangat didambakan banyak orang. Kali ini yang menjadi dambaan semua orang adalah hujan. Tidak hanya para petani yang menginginkan hujan untuk mengairi sawahnya, ibu-ibu rumahtangga pun juga menantikannya. Tidak lain tidak bukan karena biasanya di banyak tempat ketika terjadi kekeringan, mereka harus menyisihkan uang untuk membeli air untuk keperluan mandi, cuci, kakus dan yang terutama untuk minum dan memasak. Bagi mereka-mereka golongan menengah atas, hal semacam ini tidak menjadi masalah namun bagi golongan ekonomi bawah, ini menjadi masalah besar. Permasalahan ini juga mengemuka untuk dinas penyedia air minum karena sumber air yang diolah untuk bisa dikonsumsi manusia melalui pipa-pipa ledeng menjadi berkurang debitnya sehingga kadangkala harus mati bergiliran. Pada skala yang lebih besar, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) juga akan terpengaruh karena debit air untuk menggerakkan turbin menjadi jauh berkurang. Kalau pasokan listrik terganggu maka banyak sector kehidupan manusiapun juga ikut terganggu, bahkan untuk menghidupkan internet atau HP pun akan menjadi masalah.
Oleh karena itu maka sekali lagi menjadi amat wajar jika musim hujan yang mensuplai air bagi segenap kehidupan menjadi sesuatu yang sangat dinantikan. Masalahnya, kapan itu terjadi? Di Jawa Barat, kapan musim hujan terjadi ketika El Nino di samudra Pasifik tropis ekuator menguat?
Musim hujan
Musim hujan artinya bahwa hujan menjadi sering terjadi, sama saja dengan istilah musim durian, musim mangga dll yang artinya saat tersebut durian dan mangga menjadi mudah untuk dijumpai.  Hujan merupakan salah satu jenis presipitasi (endapan) yang berwujud air cair. Bentuk presipitasi yang lain adalah salju, hujan es, embun, embun beku, hujan beku dan sebagainya. Di antara sekian banyak jenis presipitasi ini, hujan lah yang paling umum kita kenal dan alami. Di Indonesia kita kenal tiga jenis penyebab hujan yakni hujan karena proses orografis, konvektif dan konvergensi. Sebenarnya ada satu lagi jenis penyebab hujan yakni front namun jenis ini tidak kita kenal atau alami. Jenis hujan front ini banyak terjadi di lintang tengah (30-60o lintang). Hujan orografis banyak terbentuk di wilayah pegunungan akibat dari pengangkatan massa udara yang mengandung uap air karena efek orografi/pegunungan. Setelah mengalami penjenuhan maka terbentuk awan yang berpeluang menjadi hujan di sisi arah angin (windward). Hujan konvektif terjadi akibat proses konvektif ketika suatu permukaan mengalami pemanasan dari radiasi matahari, terjadi penguapan vertical dan akhirnya setelah mengalami kejenuhan maka terbentuklah perawanan konvektif yang bisa menghasilkan hujan. Hujan konvergensi banyak terbentuk di wilayah ITCZ (intertropical convergence zone) yang lokasinya bergantung pada letak semu matahari berada di mana. Bila matahari di sebelah selatan ekuator/katulistiwa maka ITCZ berada di selatan, sedangkan saat matahari berada di utara ekuator maka ITCZ pun berada di utara ekuator. Meskipun demikian secara klimatologis umumnya ITCZ berada di utara ekuator yang disebabkan karena kebanyakan wilayah daratan berada di utara ekuator dan sifat dari daratan yang mempunyai kapasitas panas yang lebih kecil daripada lautan.
Jawa Barat mempunyai jenis pola curah hujan monsoonal yakni pola curah hujan yang sangat dipengaruhi oleh monsoon, sama seperti Sumatera bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, sebagian Sulawesi, sebagian Papua, seluruh Jawa sampai Nusa Tenggara timur. Monsoon atau monsun atau muson terjadi karena tingkat tanggapan  permukaan daratan dan lautan yang berbeda terhadap radiasi matahari. Monsun tenggara terjadi ketika matahari berada di utara ekuator dan sering menyebabkan musim kemarau di Indonesia. Ini karena monsun tenggara ini tidak membawa banyak uap air. Sebaliknya monsun barat laut (penyebutan untuk yang tinggal di pulau Jawa) banyak membawa uap air sehingga pada saat tersebut biasanya banyak hujan terjadi. Ini normalnya terjadi pada bulan-bulan Oktober sampai April.
Perhatikan citra inframerah satelit Himawari tertanggal 3 Oktober 2015 jam 11 GMT (18 WIB)  ini. Citra ini menunjukkan bahwa tekanan rendah terjadi di belahan utara ekuator yang ditandai oleh distribusi perawanan yang banyak terbentuk di sana. Di sebelah timur laut Papua juga perawanan banyak terjadi meskipun tidak sebanyak yang disebut pertama. Di sebagian pulau memang terbentuk perawanan namun barangkali tidak banyak membawa dampak curah hujan. Di Jawa Barat, barangkali memang terdapat awan-awan namun mungkin awan-awan rendah yang pertumbuhan vertikalnya kecil. Malah bisa dikatakan relative bersih dari awan. Memperhatikan langit beberapa hari ini, di atas Bandung memang terdapat banyak awan meskipun masih belum banyak menghasilkan hujan selain membawa pengaruh lebih lembap dan dingin daripada biasanya. Melihat streamline yang diperlihatkan pada gambar di bawah menunjukkan bahwa masih sulit untuk mengharapkan musim hujan terjadi dalam waktu dekat. Hujan bisa saja terjadi, namun belum tentu telah masuk musim hujan. Ini tidak lain karena massa udara masih bergerak dari tenggara dari wilayah Australia yang masih belum banyak mengandung uap air. Berbeda halnya bila angin telah bertiup dari barat laut kea rah tenggara khususnya di wilayah selatan ekuator. Menurut BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi  dan Geofisika), suatu daerah telah memasuki awal musim hujan bila pada suatu dasa harian (10 hari) curah hujannya lebih dari 50 mm yang diikuti oleh minimal 2 dasa harian berikutnya. Oleh karena itu biasanya untuk mengetahui apakah suatu daerah telah memasuki musim hujan atau belum, baru bisa diketahui minimal satu bulan sesudahnya. Suatu penentuan yang terlalu lama. Harus dicari metode lain yang lebih singkat dalam menentukan awal musim.
Pertanyaan yang kemudian menarik adalah mengapa kemarin-kemarin saat dilaksanakan hujan buatan tidak membawa hasil yang optimal meskipun telah diupayakan agar yang disemai adalah awan-awan potensial seperti awan orografis.  Ini kemungkinan tidak lain karena kelembapan relative udara minimal tidak tercapai atau di dalam awan-awan yang dianggap potensial tersebut tidak terbentuk proses tumbukan dan tangkapan yang memperbesar peluang terjadinya hujan. Perlu diketahui bahwa proses hujan buatan tidak sekedar menabur garam dapur ke udara sehingga terbentuk hujan. Hujan buatan akan berhasil bila syarat-syaratnya terpenuhi yakni adanya awan potensial, kelembapan relative udara cukup tinggi, dan ada inti kondensasi yang higroskopis (menyerap air).  Bila salah satu saja dari ketiganya tidak terpenuhi, sulit untuk mengharapkan keberhasilan hujan buatan. Untuk menghalau asap di Sumatera dan Kalimantan juga sulit karena tidak terpenuhinya semua syarat tersebut.
Kesimpulan
Kembali untuk menjawab pertanyaan di atas. Apakah Jawa Barat khususnya Bandung sudah memasuki musim hujan mengingat beberapa hari yang lalu sudah diguyur hujan? Nampaknya kita masih harus bersabar beberapa waktu ke depan mengingat pola streamline menunjukkan dominasi angin tenggara dan sedikitnya perawanan yang terjadi (khususnya awan vertical semacam cumulus dan cumulonimbus). Apalagi El Nino juga masih menguat (diperkirakan sampai dengan Pebruari 2016) dan Dipole Mode yang ada di samudra Hindia yang menunjukkan nilai positif. Meskipun efek monsun dalam basis bulanan merupakan faktor dominan penyebab hujan di Jawa Barat, namun kekuatannya diperlemah oleh kehadiaran El Nino dan Dipole Mode positif. Kita tidak boleh putus harapan, meskipun mungkin belum memasuki musim hujan namun bila setidaknya dalam seminggu terjadi sekali saja hujan yang deras maka bisa mengurangi dampak kekurangan air atau kekeringan selama ini. Cara seperti sholat istisqa bisa saja dilaksanakan, setidaknya beberapa kali terbukti bahwa hujan terjadi dalam waktu yang berdekatan dengan sholat tersebut. Siapa tahu dengan meminta kepada yang Maha mengatur alam semesta ini, hujan bisa terjadi.
Bandung, 3 Oktober 2015
(diedit dan diterbitkan di harian Pikiran Rakyat 5/10/2015 dengan judul: Kapan Musim Hujan?)